Kepala Daerah Bermasalah

Senin, 07 Februari 2011

Berita di Kompas 18 Januari 2011, Mendagri menyampaikan data yang mengejutkan. Ada 155 kepala daerah seluruh Indonesia yang tersangkut masalah hukum, 17 di antaranya adalah gubernur. Di negeri kita ada 33 propinsi sehingga ada 33 gubernur, dengan demikian ada lebih dari separo gubernur yang tersangkut masalah hukum. Hampir setiap pekan, seorang kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka. Kalau memperhatikan di media massa, sepertinya kasus-kasus yang membelit para kepala daerah itu adalah masalah korupsi. Jarang bahkan hampir tidak terdengar kasus pidana selain korupsi. Masak sih ada gubernur, bupati, walikota yang maling ayam atau memperkosa atau menculik.

Kabar terkahir yang menghebohkan adalah pelantikan Bupati Tomohon. Ia seorang incumbent yang terpilih kembali namun statusnya terdakwa. Ia ditahan di Jakarta. Dalam kondisi seperti itu ia dilantik dalam Rapat Paripurna DPRD di Kantor Kemendagri.

Patut disimak pendapat La Ode Ida, Wakil Ketua DPD dalam opininya di Jawa Pos. Apa yang disampaikan lebih menyudutkan pemerintah pusat, yakni hingga saat ini pemerintah pusat masih sangat rendah derajat keseriusannya untuk mencegah tampilnya, dan atau meniadakan, figur-figur pemimpin daerah yang bermasalah, atau menghindari daerah dari jebakan kekotoran figur pemimpinnya.

Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan opini Pak Ode. Tidak seharusnya kesalahan ditimpakan kepada pemerintah pusat apalagi dengan derajat kesalahan yang amat besar. Dalam kasus pelantikan Walikota Tomohon memang menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat luas terutama aktivis anti korupsi. Bagaimana mungkin seorang terdakwa kasus korupsi bisa dilantik oleh Mendagri. Namun inilah sisi lain dari demokrasi yang celakanya memang tidak terlarang dalam regulasi yang dibuat oleh wakil rakyat kita bersama-sama pemerintah.

Pendapat Pak Ode yang pertama, pemerintah telah membiarkan atau turut berkontribusi dalam proses penghancuran nilai-nilai kultural religius yang hidup secara menyejarah masyarakat di setiap daerah di Indonesia ini. Lho kenapa menyalahkan pemerintah? Dalam pemilihan langsung rakyat disodori oleh para kandidat. Jika ternyata kandidat yang memperoleh suara terbanyak adalah maling, rampok, penjudi, koruptor, berarti memang itulah keinginan mayoritas rakyat. Tanyakan saja kepada rakyat kenapa mereka memilih kandidat yang terindikasi korup (baru terindikasi karena belum ada putusan pengadilan).

Pendapat Pak Ode yang kedua, pemerintah sedang menghina eksistensi kader-kader yang baik di bangsa ini. Soalnya, masih demikian banyak figur calon pemimpin yang masih memiliki derajat moralitas, integritas, serta kapabilitas yang tinggi, dan sangat pantas dijadikan panutan. Tapi mereka dinafikan, tidak dilirik, tidak diberi peluang oleh pengambil kebijakan untuk berkontribusi secara nyata dalam upaya perbaikan bangsa ini. Wah Pak Ode kenapa Bapak tidak menyalahkan hal ini pada partai Bapak saja, yakni Partai Golkar. Dalam pilkada siapa sih yang menyodorkan menu (baca:kandidat) kepada rakyat. Parpol kan. Kandidat yang bermasalah itu ternyata disodorkan oleh partainya Pak Ode sendiri lho. Kenapa tidak dicari kader-kader lain yang bermoral, berintegritas, dan berkapabilitas tinggi.

Pendapat Pak Ode yang ketiga, pemerintah pusat telah membiarkan terabaikannya upaya pencapaian tujuan pembagunan nasional melalui efektifnya pengelolaan pemerintahan, birokrasi, dan pembangunan di daerah. Menurut saya pelantikan Walikota Tomohon justru sebagai upaya agar pemerintahan berjalan lancar. Kalau tidak ada pelantikan, siapa yang jadi Walikota? Harus ada yang mengisi kekosongan jabatan. Kalau harus menunggu hingga berakhirnya cerita di persidangan, berapa lama waktu yang dibutuhkan? Tidak ada jaminan bulan depan akan berakhir. Setelah pelantikan barulah walikota dinonaktifkan. Tampuk pimpinan diserahkan ke wakil walikota. Beres urusannya, tidak melanggar aturan hukum. Justru kalau tidak dilantik akan dianggap mengingkari keinginan Rakyat Tomohon yang diwujudkan dalam bentuk pemilihan langsung.

Saya bukannya mendukung orang yang korup menjadi pemimpin di negeri ini. Sama sekali saya tidak setuju. Hanya masalahnya sistem yang berjalan sudah seperti ini. Seperti lingkaran setan. Rakyat disodori kandidat untuk dipilih menjadi kepala daerah mereka. Kandidat yang disodorkan merupakan tawaran partai politik. Partai politik menyodorkan karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang dan tidak dilarang oleh undang-undang. Undang-undang dibuat oleh, salah satunya, wakil rakyat. Wakil rakyat yang milih ya rakyat.

Gitu lho Pak Ode.
 

2 komentar:

sp mengatakan...

lingakaran setan memang bikin mumet sirah mas..

Mr.D mengatakan...

demokrasi adalah sistem yang salah bagi kita ooeeeyyy...pemimpin terpilih karena suara terbanyak, jaman sekarang ini yang banyak justru orang bejat, siapa yang bisa merangkul orang bejat maka dapat suara banyak..dan hanya orang2 bejat yang halalkan segala cara.. Maka dapat kita bayangkan pemimpin seperti apa yang dihasilkan dari demokrasi yang diagung-agungkan itu..??

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)